Minggu, 05 Juni 2016

Menata Niat Menuju Ikhlas

Bismillah


Mumpung masih tanggal 1 Ramadhan, kali ini saya akan menulis sesuatu yang barangkali berbeda dengan tema-tema tulisan di sini. Yakni soal niat. Tentu anda yang yang shalat tarawih malam ini baik yang sendirian atau yang berjamaah sudah melakukan niat puasa untuk esok hari.

Ada cerita. Suatu ketika, Nabi berpesan kepada Abu Dzar, yang artinya kurang lebih begini: “perbaruhilah perahumu, karena sesungguhnya lautan itu dalam”. Hadist itu memang tidak lebih terkenal dari hadis yang diriwayatkan Umar bin khatab dan hampir semua orangg Islam hafal: “Wahai sekalian manusia, segala amal tergantung pada niatnya.”

Tetapi pesan Rasul untuk Abu Dzar tersebut sebenarnya juga sangat dalam. Meski, memang tidak semua orang bisa menangkap pesannya secara harfiah. Kedalaman hadist itu juga bisa saja menimbulkan multi tafsir. 
Menata Niat Menuju Ikhlas


Perahu yang dimaksud oleh Nabi Shalalalluhu ‘Alaihi Wassalam bisa diibaratkan sebagai sebuah alat yang akan digunakan untuk membawa manusia mengarungi lautan (kehidupan). Jika perahu kita rusak maka kita pasti akan tenggelam sebelum sampai pada tujuan. Di manakah sesungguhnya tujuan kita? Kematian? Ya, tepatnya, alam setelah kematian (akhirat).

Perahu yang kuat adalah syarat untuk menempuh perjalanan yang penuh dengan rintangan. Anda tahu bagaimana laut itu begitu mengancam siapa saja yang mengarunginya. Begitu pula dunia, sangat penuh degan tipu daya. Siapa yang tidak punya pegangan yang kokoh (perahu yang kuat) maka ia akan goyah dan tenggelam dalam tipu daya yang fana.

Perahu juga bisa diibaratkan bekal yang mesti disiapkan dalam kita menjalani segala perbuatan. Perahu yang kuat adalah niat yang ikhlas. Niat ikhlas tidak akan tergoyahkan oleh hal-hal yang menggoda di depan kita. Bila ulama berdakwah dengan ikhlas maka ia tidak akan terpengaruh apakah akan mendapat pujian atau cacian. Jika pelajar ikhlas dalam mencari ilmu maka ia tidak akan terpengaruh oleh apakah ia mendapat nilai yang baik atau buruk karena yang terpenting ia sudah menjalani proses belajar sebaik yang ia mampu.

Ibadah puasa, juga shalat dan segala ibadah lainnya mesti didasari oleh bekal niat yang ikhlas, semata-mata mencari ridho Allah. Tak hanya ibadah maghdhoh tetapi juga ibadah-ibadah ghairu mahdhoh, juga hubungan muamalah. Ikhlas itu tempatnya di hati sehingga kita juga tidak bisa mengecap jidad orang bahwa orang tersebut tidak berbuat ikhlas dalam amalnya. Tak ada yang tahu seseorang ikhlas atau tidak. Hanya Allah saja. Dan sepandai-pandai kita menyembunyikan kesombongan, atau keburukan niscaya Allah akan tahu.

Sungguh, ikhlas bukan sesuatu ilmu yang mudah untuk dikuasai. Jika sekadar teori mungkin gampang, tetapi pada prakteknya ini sebuah ilmu yang besar dan berat. Namun begitu, kita punya Allah yang maha menolong siapa saja di antara hambanya yang bersungguh-sungguh dan ingin mendapat pertolongannya.

Semoga puasa kita tidak semata-mata hanya mendapatkan lapar dan haus. Capek-capek puasa eh tidak dapat apa-apa. Kan sayang. 

Lillahi ta'ala 
Lillahi ta'ala
Lillahi ta'ala 

Apapun kata orang tentang kita, jika kita sudah meluruskan niat lillahi Ta'ala dan sudah memberikan yang terbaik, maka kita tetap akan istiqomah.